Beranda | Artikel
Kapan Jihad Menjadi Fardhu Ain?
Minggu, 16 Juni 2013

Beberapa kalangan terus mendengungkan berjihad, padahal ilmu tentang jihad belum dipahami secara mendalam. Mereka hanya cuma sekedar bermodal semangat. Padahal tidak setiap jihad itu menjadi wajib. Ada syarat dan pelajaran yang mesti diperhatikan.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا

Tidak ada hijrah setelah Fathul Makkah yang ada hanyalah jihad dan niat. Oleh karena itu, jika kalian diperintah untuk berjihad oleh imam, maka berangkatlah.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 2783 dan Muslim no. 1353).

Dikatakan tidak ada hijrah setelah Fathul Makkah (penaklukkan kota Makkah) karena negeri Makkah setelah waktu tersebut menjadi Darul Islam (negeri Islam) dan selamanya menjadi negeri Islam. Namun hijrah -berpindah dari negeri kafir ke negeri muslim- tetap terus ada hingga hari kiamat sebagaimana dalam hadits dari Mu’awiyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Hijrah tidaklah berhenti hingga taubat berhenti (tidak diterima lagi). Taubat tidaklah diterima lagi ketika matahari telah terbit dari tempat tenggelamnya (arah barat).” (HR. Abu Daud no. 2479 dan Ahmad 4: 99. Al Hafizh Abu Thohir dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Hadits di atas menunjukkan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain, yaitu wajib bagi tiap individu jika pemimpin yang memerintahkan untuk itu. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa jihad menjadi wajib (fardhu ‘ain) jika:

1- Diperintahkan berjihad oleh pemimpin atau penguasa.

2- Jika negeri kita telah dikepung musuh, maka wajib bagi setiap rakyat membela negerinya dari serangan.

3- Jika orang kafir dan kaum muslimin telah berhadap-hadapan, maka ketika itu jadi wajib ‘aib untuk berperang dan tidak boleh kabur saat itu.

4- Suatu negeri sangat butuh pada seseorang di mana hanya dia saja yang bisa berjihad -semisal hanyalah dia yang bisa menggunakan persenjataan yang baru-, maka wajib ‘ain bagi dirinya untuk berjihad meskipun penguasa tidak memerintahkan dia untuk berjihad. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 32-33).  

Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin juga menerangkan bahwa jihad mestilah dilakukan dengan tujuan kalimat Allah itu mulia atau Islam itu jaya. Bukanlah berjihad dimaksudkan untuk semata-mata membela tanah air. Karena niatan untuk membela tanah air ada juga pada orang kafir. Lantas apa bedanya seorang muslim dengan mereka? Namun bisa jadi yang dibela adalah tanah air karena negerinya adalah negeri Islam. Tetapi bukan semata-mata karena itu tanah airnya. Beliau menerangkan dengan tegas, “Hendaklah setiap orang mengingatkan bahwa berperang untuk membela tanah air bukanlah berperang yang benar. Berperang seharusnya dilakukan seorang muslim diniatkan supaya Islam itu jaya. Bisa pula berperang karena membela tanah air dilakukan namun alasannya karena negeri tersebut negeri Islam.” (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 34-35). Baca penjelasan Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin lainnya dalam artikel: Berperang Karena Cinta Tanah Air.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Hadits  tersebut menunjukkan dihapuskannya syari’at hijrah dari Makkah ke Madinah karena setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaklukkan kota Makkah, negeri Makkah menjadi negeri Islam.

2- Makkah menjadi negeri Islam selamanya.

3- Hijrah dari negeri kafir ke negeri muslim tidaklah terputus atau berhenti. Siapa yang mampu untuk berhijrah di mana saat itu ia tidak mampu menjalankan syari’at Islam, maka ia harus berhijrah kecuali bagi orang-orang yang tidak mampu melaksanakan syari’at hijrah ini.

4- Wajib berangkat jihad bersama imam (pemimpin) jika ia memerintahkan untuk berjihad.

5- Hadits ini menunjukkan bahwa amalan tergantung pada niatnya.

6- Wajib berniat jihad dan mempersiapkan diri untuk berjihad.

Semoga faedah di pagi hari ini bermanfaat bagi pengunjung Rumaysho.Com sekalian. Moga Allah terus menambah ilmu dan amal.

 

Referensi:

Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H.

 

@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, 8 Sya’ban 1434 H

www.rumaysho.com

 

Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat


Artikel asli: https://rumaysho.com/3422-kapan-jihad-menjadi-fardhu-ain.html